Minggu, 04 November 2012

RANAH MINANG PERNAH JADI IBU KOTA NEGARA RI

            Kontribusi Orang Minang Terhadap Kemerdekaan RI




                                                   
Ranah Minang bukan saja menyumbangkan putra terbaiknya ikut dalam kepemimpinan bangsa, tetapi pun salah satu nagari di Sumbar pernah menjadi ibukota Republik Indonesia semasa darurat, ketika Belanda melancarkan agresi kedua. Waktu itu Yogyakarta yang ibukota RI sudah dikuasai Belanda.
Jadi Sumatra Barat, tepatnya kenegarian Koto Tinggi (Kab.50 Kota), adalah ibukota RI ketiga setelah Jakarta dan Yogyakarta. Setelah beberapa pemimpin Nasional membentuk Kabinet PDRI di Halaban, Mr.Sjafruddin Prawiranegara yang menjadi Presiden Darurat (istilahnya Ketua PDRI) pada waktu itu, menetapkan Koto Tinggi strategis sebagai Ibukota.

Dari sinilah PDRI mengatur strategi perjuangan dan pemerintahan ke seluruh Indonesia. Sehingga propaganda Belanda yang mengatakan RI sudah berakhir, gagal total. PDRI sangat berhasil mempertahankan RI dan melanjutkan eksistensi Proklamasi 17 Agusutus 1945.
Wibawa PDRI diakui di seantero Nusantara, yang merata melakukan perlawanan terhadap Belanda Perjuangan gerilya dipimpin Jenderal Sudirman dari suatu tempat di Jawa Timur, selalu berkoordinasi dengan pemerintah pusat yang berkedudukan di Koto Tinggi.
Maka amat perlu Monumen Nasional PDRI didirikan, sebagai monumen mengenang sebuah episode perjuangan di dalam sejarah Indonesia.

Posisi puncak yang pernah ditempati putra Minang adalah Wakil Presiden RI, dijabat Dr.Muhammad Hatta selama 11 tahun (1945 s/d 1956). Kepemimpinan dan kenegara wanannya sangat dominan di samping Bung Karno. Jabatan Wakil Presiden ketika itu jauh dari kesan “ban serap”, karena amat berperan dalam pemerintahan. Istilah dwi tunggal atas kedua proklamator itu gambaran keseimbangan peranan keduanya.

Jabatan Presiden (acting) pernah diduduki putra Minang lainnya, Mr.Assaat, dilantik di Yogyakarta 27 Desember 1949. Menggantikan Soekarno yang diangkat men jadi Presiden RIS (Republik Indonesia Serikat) berkedudukan di Jakarta.
RI merupakan bagian RIS, tetapi posisi dan wilayahnya terluas dibandingkan negara bagian lain dan merupakan negara bagian utama.

Jabatan Perdana Menteri (PM) delapan kali dipegang putra Minang. Pertama Sutan Syahrir, menjadi PM tiga kali. Lalu Bung Hatta juga tiga kali, yang dirangkap dengan jabatan Wakil Presiden. Dr. Abdul Halim menjadi PM ketika RI menjadi bagian RIS.
Terakhir, Muhammad Natsir menjadi Perdana Menteri pertama NKRI. Natsir otak yang mengembalikan RIS menjadi NKRI, terkenal dengan mosi integral Natsir di parlemen ketika itu.
Posisi Wakil Perdana Menteri tiga kali dipegang putra Minang. Yaitu Dr.Adnan Kapau Gani menjadi Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Amir Syarifuddin (1947). Lalu Dr. Chaerul Saleh dua kali, masing-masing pada Kabinet Kerja IV (1963) dan Kabinet Dwikora (1964).
Dalam 31 pergantian kabinet, sejak Kabinet Soekarno s/d Kabinet Pembangunan VI, tercatat 32 orang putra Minang menjadi menteri untuk 78 jabatan (kebanyakan dirangkap). Pun satu jabatan menteri dijabat dua putra Minang karena pergantian. Mr.M.Yamin sebagai Menteri Kehakiman mengundurkan diri, digantikan Mr.M.Nasrun.
Yang pertama menjadi menteri, Dr.M.Amir, Menteri Negara pada Kabinet Soekarno, dilantik 19 Agustus 1945.
Sayang karir politiknya cepat berakhir, wafat dalam usia 49 tahun pada 1949. Terakhir putra Minang yang menjadi menteri sampai saat ini adalah, Gamawan Fauzi sebagai Mendagri dan Tifatul Sembiring sebagai Menkominfo.(Os bextah )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar